Peluit kereta api mengagetkan Bu Kus. la langsung berdiri dan tergopoh-gopoh naik ke atas gerbong.
"Nanti saja, Bu! Baru mau dilangsir!" ujar seorang petugas.
Tapi, Bu Kus sudah terlanjur berdiri di bordes.
"Pokoknya saya bisa sampai Jakarta!" kata Bu Kus dengan ketus.
"Nomor tempat duduknya belum diatur, Bu!" ujar petugas itu.
"Pokoknya saya punya karcis!" jawab Bu Kus.
Dan memang setelah melalui kegelisahan yang teramat panjang, akhirnya Bu Kus sampai juga di Jakarta. Wawuk, anak perempuannya, kaget setengah mati melihat ibunya pagi-pagi muncul di muka rumahnya setelah turun dari taksi sendi- rian. "Ibu ini nekat! Kenapa tidak kasih kabar dulu?" tanya Wawuk.
"Di telegram, kan, saya bilang mau datang," jawab Bu Kus.
"Tapi, tanggal pastinya ibu tidak menyebut," Wawuk berkata dengan lembut.
"Yang penting saya sudah sampai sini!" ujar Bu Kus.
"Bukan begitu, Bu. Kalau kita tahu persis, kan, bisa jemput ibu di stasiun."
"Saya tidak mau merepotkan. Lagi pula saya sudah keburu takut bakal ketinggalan resepsi mantunya Pak Gi. Salahmu juga, tanggal persisnya tidak kamu sebut di surat."
"Ya, Tuhan! Ibu mau datang ke resepsi itu??"
"Kamu sendiri yang bercerita Pak Gi mau mantu."
"Kenapa ibu tidak mengatakannya di surat?"
"Apa-apa, kok, mesti laporan."
"Bukan begitu, Bu." Wawuk sendiri ragu melanjutkan ucapannya. "Ibu kan... tidak di undang?"
"Lho, kalo tidak pakai undangan, apa, ya, lalu ditolak?"
"Ya, tidak, tapi siapa tahu nanti ada pembagian tempat, mana yang VIP mana yang biasa."
"Ah, kayak nonton wayang orang saja, pakai VIP- VIP-an segala."
"Tapi yang jelas, saya sendiri juga tidak tahu resepsinya itu persisnya diadakan di mana, hari apa, jam berapa. Saya tahu rencana perkawinan itu cuma dengar omongan kiri kanan."
"Suamimu itu, kan, sekantor dengan Pak Gi. Masa tidak diundang?"
Bukan satu kantor, Bu. Satu departemen. Lagi pula, Mas Totok itu karyawan biasa, jauh di bawah Pak Gi. Itu pun bukan bawahan langsung. Jadi, ya, enggak bakal tahu-menahu soal beginian. Apalagi kecipratan undangan."
Kan bisa tanya?"
Wawuk menghembuskan napasnya agak keras.
"Ingat, Wuk." Bu Kus bicara dengan nada dalam. "Aku jauh-jauh datang ke Jakarta ini yang penting adalah datang pada resepsi pernikahan putra Pak Hargi. Lain tidak."
Diadaptasi dari Cerpen Kado Istimewa karya Jujur Prananto
Pernyataan yang menandai perubahan suasana pada interaksi kedua tokoh dalam cerita tersebut adalah...